Anggur Kering Mempesona
- Kategori Induk: Rubrikasi
- Diperbarui pada Senin, 06 Juli 2015 11:15
- Diterbitkan pada Selasa, 23 Maret 2010 18:38
- Ditulis oleh admin1
- Dilihat: 7230
- 23 Mar

Di Indonesia, rentang bakery yang menggunakannya sebagai ingridien amat luas. Mulai dari bakery wholesaler, termasuk yang berpangsa pasar kalangan menengah ke bawah, sampai bakery ritel modern yang target pelanggannya adalah kalangan menengah ke atas. Bahkan sampai bakery di hotel berbintang. Di berbagai resto, tak terkecuali resto di hotel berbintang, ia menjadi bagian dari maincourse dan dessert.
Tingginya kandungan gula alami pada produk kismis membuat ia dapat disimpan dalam waktu relatif lebih lama. Maklum, gula merupakan bahan pengawat alami, sehingga kismis tidak memerlukan bahan kimia pengawet untuk memperpanjang masa simpannya. Pada produk kismis yang pengolahannya (mulai dari pemanenan anggur, pengeringan, sampai pengemasannya) dilakukan dengan baik, maka kandungan gizi, citarasa, aroma, dan warna alaminya tak mengalami perubahan selama penyimpanan hingga 15 bulan.
Lama masa simpan ini menjadi salah satu daya tarik pula bagi pelaku usaha bakery. Pasalnya, mereka nyaris tak menghadapi risiko kismisnya rusak atau kadaluwarsa sebelum digunakan. Apalagi, dengan keberadaan bahan pengawet alami di dalamnya, aplikasi kismis berpotensi memperpanjang masa simpan produk-produk bakery.
Ketika menghadirkan produk makanan yang bercitra positif berkaitan dengan kesehatan konsumen merupakan salah satu solusi penjualan produk bakery dewasa ini, kismis berpotensi menjadi bagian dari solusi itu. Maklum, kismis bebas kolesterol, rendah garam, dan bebas lemak. Sementara itu, hasil beberapa riset menunjukkan, kismis mengandung zat-zat yang menguntungkan untuk kesehatan.
Dari Timur Tengah ke Eropa
Diyakini bahwa manusia menemukan kismis tatkala mendapati anggur mengering pada pada pokok-pokok tanaman ini. Bukti-bukti sejarah menunjukkan, kismis, makanan dari anggur yang dikeringkan dengan sinar matahari, sudah dikenal di Timur Tengah sejak 1490 tahun sebelum Masehi (SM). Tapi jenis anggur mana yang paling cocok untuk menghasilkan kismis terbaik di dunia, baru diketahui ratusan tahun kemudian.
Masyarakat Eropa baru mengenal kismis pada abad ke-11, setelah para Ksatria Perang Salib kembali dari Timur Tengah. Para Ksatria itu pulang dengan membawa cerita tentang kelezatan kismis. Dari sini, kismis dari Timur Tengah diperdagangkan ke Eropa.
Budidaya anggur untuk dibuat kismis pun menjalalar ke Eropa. Petani di Malaga dan Valensia, di bagian utara Spanyol, menanam kismis muskat, yang berukuran relatif besar, mengandung biji namun kaya citarasa. Sementara itu, para petani di Yunani membudidayakan anggur yang kemudian populer dengan sebutan currant, berukuran lebih kecil, tanpa biji, dan bercitarasa sangat tajam.
Di abad ke-14, kismis menjadi bagian penting dari tradisi kuliner di Eropa. Resep fruitcake tertua, yang menggunakan kismis sebagai salah satu ingridiennya, muncul di jaman Romawi Kuno (Pastry & Bakery Vol 1 No. 7 / 15 November – 14 Desember 2009). Sementara itu, para tabib Romawi menggunakannya untuk mengobati berbagai macam masalah kesehatan, mulai dari keracunan jamur sampai bermacam-macam penyakit yang biasanya muncul di usia relatif tua. Kismis pun memiliki nilai ekonomi tinggi di Eropa. Sebagai gambaran, nilai jual dua guci kismis cukup untuk membeli satu orang budak.
Masalahnya, lokasi budidaya anggur untuk kismis di Eropa pada umumnya tidak mendapat cukup sinar matahari guna mengeringkan anggur menjadi kismis dengan kualitas lebih baik. Hingga para petaninya mencari lokasi di luar Eropa, untuk membudidayakan anggur dan menghasilkan kismis.
Dari sinilah bergulir kisah dari sebuah lembah di California, Amerika Serikat, yang kemudian menjadi penghasil kismis terbesar di dunia (lihat Kisah dari Lembah San Joaquin). P&B