Christine Ha ( Olah Makanan Andalkan Indera Penciuman)
- Kategori Induk: Rubrikasi
- Diperbarui pada Jumat, 12 Juli 2019 13:03
- Diterbitkan pada Jumat, 03 Mei 2013 18:34
- Ditulis oleh admin1
- Dilihat: 9790
- 03 Mei
Chef yang satu ini terbilang unik sekaligus tangguh. Meski tuna netra, tak membuat semangatnya hilang. Justru dari keterbatasannya ia banyak memberi inspirasi bagi para chef lainnya.
Ada yang unik dalam acara MasterChef Season 3 di tahun 2012 lalu, sebuah kompetisi memasak yang ditayangkan di televisi Amerika Serikat. Bagaimana tidak, status tuna netra tak mengurungkan chef berdarah Vietnam kelahiran California, 9 Mei 1979 untuk berkompetisi dengan mereka yang normal. Tak sekedar mencari simpati atau menunjukkan keterbatasannya di acara itu, Christine Nguyen Tran Ha-begitu nama lengkapnya menyuguhkan kreasi masakan terbaiknya meski hanya mengandalkan indra pengecap, peraba dan feelingnya semata. Cibiran bahkan cercaannya dari publik maupun sesama kontestan justru makin membuatnya bersemangat untuk berlomba. Tak heran, berkat keteguhan dan dedikasinya, namanya tercatat sebagai satu-satunya chef tuna netra yang memenangkan lomba ketangkasan untuk para chef di seantero Amerika Serikat. Bahkan, di dunia tak banyak yang mampu menorehkan prestasi ini.
“Saya tidak ingin dunia melihat saya dengan sekedar kasihan atau rasa iba. Saya akan berjuang dan bekerja seperti halnya mereka yang normal, bekerja lebih keras dan memberikan yang terbaik. Bila saya akhirnya bisa menang, itu karena semua dari Tuhan yang memberikannya kepada saya,” begitu yang terucap di bibir Christine begitu gelar chef terbaik disematkan di pundaknya. Prestasi yang ditorehkan perempuan yang murah senyum ini akhirnya memberi banyak insprasi bagi orang-orang yang lahir maupun memiliki keterbatasan untuk berkarya.
“Tuhan memberi kegelapan dalam buta, tapi sebenarnya ada terang yang bisa kita dapatkan dari sana bila kita mau mencarinya,” begitu yang selalu diungkapkan Christine untuk menginspirasi siapapun. Christine memang tidak terlahir tuna netra. Namun, pada 1999 ia diiagnosa penyakit neuromyelitis optica. Sebuah penyakit kelainan imun pada tubuh manusia yang menyerang simpul syaraf mata. Berbagai pengobatan tak juga membuat pengelihatannya menjadi lebih baik, bahkan semakin buruk. Hingga akhirnya pada 2007, penglihatannya benar-benar terganggu dan makin memburuk.
“Saya seperti melihat kaca berkabut selepas mandi air panas dengan shower. Semua menjadi tidak jelas,” begitu Christine menggambarkan penglihatannya. Hal itu menjadi cobaan yang teramat berat dalam hidupnya yang ketika itu mulai tumbuh sebagai remaja. Christine seolah tak percaya mengapa harus dirinya yang mengalami cobaan seberat ini. Depresi, histeris bahkan mencoba mengakhiri hidup akui pernah dicobanya. “Siapapun pasti tak sanggup menghadapi cobaan seberat itu. Antara marah, histeris, kecewa sekaligus khawatir menjadi satu, itulah yang saya alami,” begitu Catherine menggambarkan masa awal kekecewaanya dengan cobaan itu. Pelan tapi pasti pengelihatannya menjadi kabur, Catherine kehilangan indera penglihatan. Berhari-hari ia mengurung diri sekaligus mempertanyakan nasib.
Rajin Sabet Prestasi Akademis
Namun setelah beberapa waktu berlalu setelah mengikuti konseling sekaligus doa, ia akhirnya mau menerima kondisi ini. Di tengah keterbatasannya itulah, perempuan berdarah Vietnam ini sukses menyabet Olah Makanan Andalkan Indera Penciuman berbagai gelar akademis bergengsi mulai Bachelor of Business Administration for Finance dari University of Texas Austin pada 2001. Tak puas hanya itu, 11 tahun kemuian ia juga menyabet gelar Master of Fine Arts dari University of Houston Creative Writing Programe. Menjadi penulis memang salah satu bakat tersembunyi Catherine.
Prestasinya juga terhitung lumayan ketika menerima haia dari The Scissor Tale Review dan finalis pada Creative Non-Fiction MFA Programme. Untuk yang satu ini, ia mengakui bahwa di balik kegelapan yang ialaminya, Tuhan memberi secercah harapan dalam hidupnya. “Setelah beberapa tahun mengalami semua kegelapan, Tuhan memberi saya sesuatu yang cerah dan mungkin tidak bisa diperoleh oleh orang lain. Bakat yang luar biasa di luar memasak. Padahal saya sebelumnya tidak pernah bisa memasak, tapi secara tiba-tiba keinginan memasak itu muncul,” begitu tekadnya ketika memberanikan mengikuti lomba masak terkemuka di Amerika Serikat, Master Chef. Siapapun yang melihatnya pertama kali memang tak menyangka Catherine adalah sosok tuna netra. Namun begitu beraksi memang ada yang berbeda dari para chef umumnya. Ia hanya mengandalkan aroma, rasa dan intuisiuntuk menyajikan sebuah masakan yang lezat. Tak heran meski penglihatannya terganggu, ia punya keahlian untuk mempergunakan indera penciumannya untuk meracik berbagai kreasi masakan yang menarik.
Temukan Bakat Lain
Menu favoritnya adalah aneka masakan Asia, khususnya Thailand dan Vietnam yang pedas. “Masakan Asia adalah masakan yang eksotis. Mungkin tidak ada masakan dari belahan dunia lain yang bisa memadukan bumbu yang komplit seperti masakan asia. Apalagi bagi saya masakan asia tidak sekedar masakan tapi sebuah seni tersendiri,” begitu alasannya. Bukan tanpa alasan bila ia memilih masakan Asia. Karena terlahir cacat, ia mengaku kesulitan bila harus menyajikan masakan yang membutuhkan visualisasi atau hasil akhir yang sempurna dengan pandangan mata. Berbeda dengan masakan Asia, meski tak harus melihat hasil akhir untuk meracik bahan, namun mengandalkan aroma bau dan penciuman bumbu yang dicampur sudah menjadi kekuatan tersendiri.
Disinilah Catherine akhirnya memahami bahwa karunia Tuhan yang diberikan kepadanya sungguh luar biasa. Catherine sadar, bahwa ia tidak bisa melihat dengan jelas setiap bumbu maupun bahan yang dimasak, namun ia punya keunikan tersendiri. Cercaan bahkan hinaan dari publik membuatnya terus bersemangat untuk memberikan yang terbaik. Tekadnya terus membara untuk maju.
“Seperti ada kekuatan dan pencerahan tersendiri ketika saya berada di dapur atau berada di dekat peralatan masak dan itu membuat saya semakin bersemangat untuk memberikan yang terbaik dari masakan yang saya sajikan,” begitu papar Catherine yang saat ini dipercaya menjadi pembawa acara di beberapa acara memasak yang ditampilkan di berbagai stasiun televisi Amerika Serikat.
Uniknya, meski telah menjadi jawara di ajang sebuah kontes memasak, dalam sebuah wawancara ia mengaku dalam waktu dekat ini tidak ingin membuka usaha restoran. Alasannya ia saat ini masih belum menemukan partner yang dirasakan belum tepat. “Saya sadar, meski saya menjadi juara saya tetap tidak bisa melihat. Dan sulit bagi saya untuk kembali normal. Nanti bila sautu saat saya bisa mendapatkan partner yang tepat saya bisa merealiasikan mimpi itu,” tekadnya dengan mimik serius. Kini setelah semua yang diperolehnya, Catherine yang menikah dengan John Y Suh, seorang pria Amerika-Vietnam mengaku akan terus bersyukur. Cobaan tidak pernah menjadikan dirinya pribadi yang mudah menyerah. Namun dari cobaan itu ia berharap bisa memberi inspirasi lebih banyak kepada mereka yang terbuang. Terlebih sesama penderita cacat agar bisa menorehkan prestasi yang tidak kalah dengan mereka yang normal. Ia membuktikan bahwa untuk menjadi chef bagi seorang tuna netra bukan hal yang mustahil, sepanjang memiliki tekad dan kemampuan baja. *PB